PerKlik.com – Perayaan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia ternyata juga membawa kabar berbeda di balik jeruji besi. Di Kalimantan Tengah, sebanyak 185 narapidana kasus korupsi ikut menikmati “hadiah kemerdekaan” berupa remisi atau potongan masa tahanan.
Di antara ratusan nama itu, publik langsung menyoroti Ben Brahim, mantan Bupati Kapuas dua periode yang divonis lima tahun penjara karena kasus korupsi bersama sang istri, Ary Egahni. Sejak dijatuhi hukuman pada 2023, baru setahun berselang, Ben Brahim kini mendapat keringanan masa tahanan sekitar tiga bulan.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjenpas) Kalteng, I Putu Murdiana,menyebut remisi ini tidak diberikan sembarangan. Ia menegaskan, ada sejumlah kriteria yang wajib dipenuhi.
“Remisi umum diberikan kepada 50 orang, sedangkan remisi dasawarsa (10 tahunan) untuk 135 orang,” jelasnya.
Pemberian remisi bagi napi korupsi berlandaskan Pasal 10 UU Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.Dalam aturan itu disebutkan, syarat remisi meliputi:
Secara total, dari seluruh lapas dan rutan di Kalteng, 3.556 narapidana mendapat remisi umum, sementara 3.719 orang menerima remisi dasawarsa. Lama potongan hukuman bervariasi, antara satu hingga enam bulan.
Meski secara hukum remisi adalah hak setiap narapidana, pemberian keringanan hukuman kepada koruptor kerap menimbulkan kontradiksi di mata publik.
Bagi pemerintah, remisi dianggap bagian dari sistem pembinaan, penghargaan bagi napi yang dinilai berkelakuan baik. Namun bagi masyarakat, terutama korban nyata dari praktik korupsi, kebijakan ini terasa sebagai pukulan terhadap rasa keadilan.
Pertanyaan besar pun kembali mengemuka:
Di tengah sorotan publik, remisi bagi napi korupsi tampak seperti sebuah karpet merah di balik jeruji, yang perlahan mengikis efek jera dan memperlebar jurang kepercayaan masyarakat terhadap komitmen negara dalam pemberantasan korupsi.(tim)
Tidak ada komentar