PerKlik.com – Pulau Sumatera yang dikenal sebagai gudang talenta sepak bola Indonesia kini memiliki sembilan provinsi (termasuk dua provinsi kepulauan), masing-masing dengan kebanggaan tersendiri dalam dunia si kulit bundar. Mulai dari Semen Padang (Liga 1), PSMS Medan, hingga Sriwijaya FC, menjadi representasi daerah yang menembus kasta tertinggi hingga menengah sepak bola nasional.
Namun ada satu ironi mencolok di tengah geliat sepak bola Sumatera: Provinsi Jambi, yang justru menjadi satu-satunya provinsi di Sumatera (non-kepulauan) yang tidak memiliki wakil di Liga 1, Liga 2, maupun Liga 3. Sebuah fakta yang menimbulkan pertanyaan besar: Mengapa Jambi tertinggal dalam peta sepak bola nasional
Salah satu penyebab utama lesunya eksistensi Jambi dalam liga profesional adalah kurangnya animo masyarakat terhadap sepak bola. Berbeda dengan daerah lain seperti Medan, Padang, atau Palembang yang masyarakatnya dikenal fanatik terhadap klub lokal, Jambi justru menunjukkan antusiasme yang cenderung datar.
Fakta ini terlihat jelas saat tim asal Jambi berlaga di Liga 4—kompetisi amatir di bawah naungan PSSI. Dukungan penonton minim, stadion sepi, dan gaung media lokal pun nyaris tak terdengar. Justru, masyarakat lebih antusias terhadap hiburan lokal seperti Liga Premier Gubernur Cup (Tarkam), di mana hiburan sepak bola dicampur dengan pertunjukan UFC dan renang, yang jauh dari standar profesional.
Di era modern, sepak bola bukan sekadar olahraga, melainkan industri hiburan bernilai triliunan rupiah. Klub profesional di berbagai daerah mampu menjadi mesin ekonomi lokal, membuka lapangan kerja, hingga menjadi simbol kebanggaan daerah.
Sayangnya, hingga saat ini belum ada satupun perusahaan, investor, atau pengusaha lokal yang bersedia menjadi stakeholder serius dalam membangun klub profesional dari Jambi. Tidak ada sponsor besar, tidak ada akademi yang dikembangkan, dan tidak ada roadmap industri sepak bola yang disusun.
Pertanyaannya, apakah tidak ada yang tertarik? Atau justru tidak ada yang percaya bahwa sepak bola bisa “hidup” di Jambi?
Berbicara soal infrastruktur, Jambi juga tertinggal jauh dibanding provinsi lain. Di daerah seperti Jawa, bahkan satu kecamatan bisa punya lapangan sepak bola yang layak dan digunakan rutin. Sementara di Jambi, hanya ada satu stadion besar yang diklaim bertaraf internasional, namun kondisinya memprihatinkan—kursi yang memudar, rumput yang tak terawat, dan yang paling menyedihkan: stadion tersebut belum pernah digunakan untuk pertandingan resmi.
Tanpa fasilitas yang memadai, mustahil bakat-bakat muda Jambi bisa berkembang. Mereka yang berbakat justru lebih memilih hijrah ke daerah lain yang lebih mendukung karier sepak bola mereka.
Saat Gubernur Al Haris dilantik pada 2020, banyak yang menaruh harapan besar karena beliau dikenal sebagai sosok yang gemar olahraga. Masyarakat berharap sepak bola akan menjadi salah satu prioritas pembangunan di bawah kepemimpinannya.
Namun, harapan tinggal harapan. Hingga 2025 ini, belum ada satupun tim dari Jambi yang berlaga di kasta profesional. Dukungan berupa anggaran, kebijakan, maupun program pembinaan tampaknya masih sangat minim, jika tidak bisa dikatakan nihil.
Padahal, banyak daerah yang sukses mengangkat klub lokalnya ke Liga 3 bahkan Liga 2 dengan kolaborasi antara pemerintah daerah, sponsor lokal, dan komunitas.
Sebenarnya, Jambi pernah punya harapan lewat klub Jambi United. Pada 2022, tim ini sempat mencicipi babak 32 besar Liga 3 Nasional. Secara manajerial, tim ini terbilang cukup solid dan rapi. Banyak yang meyakini, Jambi United tinggal selangkah lagi menuju Liga 2.
Namun, harapan itu pupus. Dalam dua tahun terakhir, nama Jambi United meredup, aktivitas klub nyaris tak terdengar, dan banyak yang menyebut klub ini hanyalah “kendaraan politik” untuk kepentingan sesaat. Sebuah cerita klasik dalam dunia sepak bola Indonesia, di mana klub seringkali tidak dibangun untuk jangka panjang, tetapi hanya sebagai batu loncatan pencitraan.
Meski situasinya suram, bukan berarti Jambi tak bisa bangkit. Berikut beberapa langkah konkret yang bisa menjadi solusi untuk membangun kembali kejayaan sepak bola Jambi:
Membangun Akademi Sepak Bola Usia Dini
Fokus pada pembinaan usia muda bisa menjadi pondasi jangka panjang. Pemerintah daerah bisa bekerja sama dengan sekolah dan klub lokal.
Revitalisasi Stadion dan Infrastruktur
Renovasi stadion utama Jambi dan pengadaan lapangan latihan di setiap kabupaten/kota bisa menjadi sinyal serius dari komitmen pemerintah.
Kemitraan dengan Investor dan Klub Profesional
Menggandeng klub profesional sebagai mitra pengembangan, atau menjadikan Jambi sebagai kandang klub satelit bisa jadi solusi instan.
Turnamen Rutin dan Liga Internal
Menggelar turnamen antar sekolah, antar desa, atau antar perusahaan secara rutin akan menumbuhkan budaya sepak bola dari bawah.
Dukungan Pemerintah dalam Bentuk Kebijakan dan Anggaran
Termasuk penganggaran dalam APBD, kemudahan perizinan, hingga pemberian insentif pajak bagi sponsor yang mendukung sepak bola.
Jika provinsi lain di Sumatera bisa, maka Jambi juga pasti bisa. Semua yang dibutuhkan hanyalah gairah, dukungan stakeholder, fasilitas memadai, dan kepemimpinan yang berani ambil langkah. Sepak bola bukan sekadar hiburan, tapi juga bisa menjadi kebanggaan dan identitas daerah.
Kini saatnya Jambi bangkit. Jangan sampai anak-anak muda berbakat harus hijrah ke daerah lain hanya karena di tanah kelahirannya sendiri, sepak bola dianggap tak penting.(Tim)
Tagar: #SepakBolaJambi #JambiUnited #Liga3Indonesia #JambiTanpaKlub #PSSI #LigaIndonesia
Tidak ada komentar